Amat berkesan adalah kisah nyaba abah ke Linggajati di Desember 2004. Saat itu abah seja ke Dayeuh buat menemui ceu Emah. Lalu petang hari abah seja ka masjid buat shalat jamah sekalian mengenang masa kecil dulu. Selepas shalat 'Isya abah lalu balik ke Dusun Kliwon, namun sengaja mampir dulu kerumah keluarga Kartasasmita yang ditunggui oleh Rudi, anak bungsunya sekeluarga. Selanjutnya kami ngobrol ngalor ngidul karena munggaran jumpa dan kenal. Tak terasa hari sudah jam 23 saat pamitan.
Ngan orokaya, pintu sudah dikunci oleh keluarga ceu Em yang dah pada tidur. Maklum aja waktu itu angin malam mani tiris ngadius, bahkan disore jam 5 abah mandi make air hangat segala. Mau gegedor merasa malu karena ingat akan ulah sendiri, ngobrol kamalinaan yang tak kenal waktu.
Akhirnya malam itu abah keluyuran dijalanan. Sempat sih tidur2an dan mencoba untuk tidur di pos penjagaan yang sepi dari petugas ronda atau hansip. Yang ada malahan banyak nyamuk kelaparan yang pada menyerang tongkrongan abah yang cuma diharudum sarung yang panjangnya serba tanggung itu. Dari sana ditengah malam abah berjalan ke arah masid yang pintunya tak terkunci. Hehe, anehnya ketika menyeberangi alun alun berumput, abah merasa seperti ada yang mengikuti setiap kali sendal abah melangkah. Saat itu bulu kuduk pada berdiri meskipun abah senantiasa babacaan sebisa bisa. Kan abah juga anak incu Linggajati nun. Di masjid kembali abah melakukan shalat malam dan wiridz sambil berusaha tidur sendirian. Tapi orokaya, disini juga banyak nyamuk. Tak tahan gatal, abah lalu keluar masjid lantas mulai melakukan perjalanan ke arah Dayeuh. Sesampainya di pertigaan Cinangsi-Linggasana-Cipaku abah lalu balik lagi kearah masjid. Kantor Bale Desa tampak terang benderang tapi tak tampak personil yang tugas malam. (Hehe, ternyata abah salah. Sebab kelakuan abah semalaman itu diamati dengan saksama. Abah taunya ketika berkunjung ke bale desa dikeesokan harinya, mereka pada bilang, "saha tea eta teh? Geuning wanian teuing....")
Abah sudah merasa kelaparan sejak jam 3, tapi baru tampak angkot melintas di jam 4. Abah lalu ikut sebagai penumpang keduanya bersama seorang ibu yang mau berbelanja ke pasar Cilimus. Sesampainya disana abah lalu makan bubur ayam sekedar buat nangsel perut yang kelaparan dan kedinginan. Ketika melintas tadi rumah Ending tampak sepi. Dan deret pertokoan disana masih tampak gelap dan tutup. Abah lalu mengarah ke masjid Cilimus. Setelah tahiyatul masjid lalu shalat sunnah dan wiridz sampai datang adzan Shubuh.
Selepas Shubuh abah lalu kembali kearah Linggajati lantas melapor ke ceu Em yang tentunya ternyureng nyureng. "Kunaon Eman henteu keketrok ambeh siceuceu hudang?" Tanyanya. Tak kujawab selain cengir sambil mengarah ke kamar yang sejak sore kemarin sudah disiapkan untukku tidur sejenak.